Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Jumat, 15 Maret 2013

Ciri-ciri Sistem Paru-paru dan Metabolisme Berdarah Panas

Berikut sedikit penjelasan mengenai Ciri-ciri Sistem Paru-paru dan Metabolisme Berdarah Panas
 
Anatomi burung sangat berbeda dengan reptil, yang dianggap sebagai nenek moyangnya. Cara paru-paru burung berfungsi sekali berbeda dengan paru-paru binatang darat. Binatang darat menghirup dan mengembuskan napas melalui saluran udara yang sama. Pada burung, udara memasuki paru-paru melalui bagian depan, dan keluar dari paru-paru melalui bagian belakang. “Desain” khas ini secara khusus dibuat untuk burung, yang membutuhkan oksigen dalam jumlah besar pada saat terbang. Struktur seperti ini mustahil hasil evolusi dari paru-paru reptil. 
Desain Bulu Burung 
Teori evolusi, yang menyatakan bahwa burung berevolusi dari reptil, tidak mampu menjelaskan perbedaan besar antara dua golongan makhluk hidup tersebut. Dilihat dari ciri-ciri fisik seperti struktur kerangka, sistem paru-paru dan metabolisme berdarah panas, burung sangat berbeda dengan reptil. Satu ciri lain yang merupakan dinding pemisah antara burung dan reptil adalah bulu burung yang benar-benar khas. 
Tubuh reptil dipenuhi sisik, sedangkan tubuh burung tertutup bulu. Karena evolusionis menganggap reptil sebagai nenek moyang burung, mereka harus mengatakan bahwa bulu burung adalah hasil evolusi dari sisik reptil. Akan tetapi, tidak ada kemiripan antara sisik dan bulu. 
Seorang profesor fisiologi dan neuro-biologi dari Universitas Connecticut, A.H. Brush, mengakui kenyataan ini meskipun ia seorang evolusionis: “Setiap karakteristik dari struktur dan organisasi gen hingga perkembangan, morfogenesis dan organisasi jaringan sangat berbeda (pada bulu dan sisik).”1 Di samping itu, Prof. Brush meneliti struktur protein bulu burung dan menyatakan bahwa protein tersebut “sangat khas dan tidak dijumpai pada vertebrata lain.” 2 
Tidak ada catatan fosil yang membuktikan bahwa bulu burung berevolusi dari sisik reptil. Sebaliknya seperti di-ungkapkan Prof. Brush, “Bulu-bulu muncul tiba-tiba dalam catatan fosil, secara tak terbantahkan sebagai ciri unik yang membedakan burung.” 3 Di samping itu, pada reptil tidak ditemukan struktur epidermis yang dirujuk sebagai asal mula bulu burung.4 
Pada tahun 1996, ahli-ahli paleontologi membuat kegemparan tentang fosil suatu spesies yang disebut dinosaurus berbulu, yang dinamakan Sinosauropteryx. Akan tetapi, pada tahun 1997, terungkap bahwa fosil-fosil ini tidak berhubungan dengan burung dan bulu mereka bukan bulu modern.5 
Sebaliknya, jika kita mengamati bulu burung secara saksama, kita mendapati suatu desain sangat kompleks yang sama sekali tidak dapat dijelaskan dengan proses evolusi. Seorang ahli burung terkenal, Alan Feduccia, mengatakan bahwa “setiap lembar bulu me-miliki fungsi-fungsi aerodinamis. Bulu-bulu tersebut sangat ringan, dengan daya angkat yang membesar pada kecepatan semakin rendah, dan dapat kembali pada posisi semula dengan sangat mudah”. Selanjutnya ia mengatakan, “Saya benar-benar tidak mengerti bagaimana sebuah organ yang didesain sempurna untuk terbang dianggap muncul untuk tujuan lain pada awalnya”.6 
Desain bulu juga memaksa Charles Darwin merenungkannya. Bahkan, keindahan sempurna dari bulu merak jantan telah membuatnya “muak” (perkataannya sendiri). Dalam sebuah suratnya untuk Asa Gray pada tanggal 3 April 1860, ia mengatakan, "Saya ingat betul ketika pemikiran tentang mata membuat sekujur tubuh saya demam, tetapi saya telah melewati itu....” Kemudian diteruskan: “... dan sekarang suatu bagian-bagian kecil di sebuah struktur sering membuat saya sangat tidak nyaman. Sehelai bulu pada ekor merak, membuat saya muak setiap kali menatapnya, ”.7 
Teori evolusi, yang menyatakan bahwa burung berevolusi dari reptil, tidak mampu menjelaskan perbedaan besar antara dua golongan makhluk hi-dup tersebut. Dilihat dari ciri-ciri fisik seperti struktur kerangka, sistem paru-paru dan metabolisme berdarah panas, burung sangat berbeda dengan reptil. Satu ciri lain yang merupakan dinding pemisah antara burung dan reptil adalah bulu burung yang benar-benar khas. 
Tubuh reptil dipenuhi sisik, sedangkan tubuh burung tertutup bulu. Karena evolusionis menganggap reptil sebagai nenek moyang burung, mereka harus mengatakan bahwa bulu burung adalah hasil evolusi dari sisik reptil. Akan tetapi, tidak ada kemiripan antara sisik dan bulu. 
Seorang profesor fisiologi dan neuro-biologi dari Universitas Connecticut, A.H. Brush, mengakui kenyataan ini meskipun ia seorang evolusionis: “Setiap karakteristik dari struktur dan organisasi gen hingga perkembangan, morfogenesis dan organisasi jaringan sangat berbeda (pada bulu dan sisik).”1 Di samping itu, Prof. Brush meneliti struktur protein bulu burung dan menyatakan bahwa protein tersebut “sangat khas dan tidak dijumpai pada vertebrata lain.” 2 
Tidak ada catatan fosil yang membuktikan bahwa bulu burung berevolusi dari sisik reptil. Sebaliknya seperti di-ungkapkan Prof. Brush, “Bulu-bulu muncul tiba-tiba dalam catatan fosil, secara tak terbantahkan sebagai ciri unik yang membedakan burung.” 3 Di samping itu, pada reptil tidak ditemukan struktur epidermis yang dirujuk sebagai asal mula bulu burung.4 
Pada tahun 1996, ahli-ahli paleontologi membuat kegemparan tentang fosil suatu spesies yang disebut dinosaurus berbulu, yang dinamakan Sinosauropteryx. Akan tetapi, pada tahun 1997, terungkap bahwa fosil-fosil ini tidak berhubungan dengan burung dan bulu mereka bukan bulu modern.5 
Sebaliknya, jika kita mengamati bulu burung secara saksama, kita mendapati suatu desain sangat kompleks yang sama sekali tidak dapat dijelaskan dengan proses evolusi. Seorang ahli burung terkenal, Alan Feduccia, mengatakan bahwa “setiap lembar bulu memiliki fungsi-fungsi aerodinamis. Bulu-bulu tersebut sangat ringan, dengan daya angkat yang membesar pada kecepatan semakin rendah, dan dapat kembali pada posisi semula dengan sangat mudah”. Selanjutnya ia mengatakan, “Saya benar-benar tidak mengerti bagaimana sebuah organ yang didesain sempurna untuk terbang dianggap muncul untuk tujuan lain pada awalnya”.6 
Desain bulu juga memaksa Charles Darwin merenungkannya. Bahkan, keindahan sempurna dari bulu merak jantan telah membuatnya “muak” (perkataannya sendiri). Dalam sebuah suratnya untuk Asa Gray pada tanggal 3 April 1860, ia mengatakan, "Saya ingat betul ketika pemikiran tentang mata membuat sekujur tubuh saya demam, tetapi saya telah melewati itu....” Kemudian diteruskan: “... dan sekarang suatu bagian-bagian kecil di sebuah struktur sering membuat saya sangat tidak nyaman. Sehelai bulu pada ekor merak, membuat saya muak setiap kali menatapnya, ”.7 

Bagaimana dengan Lalat? 
Untuk menguatkan pernyataan bahwa dinosaurus berubah menjadi burung, evolusionis mengatakan bahwa sejumlah dinosaurus yang mengepakkan kaki depan untuk berburu lalat telah “menda-patkan sayap dan terbang” (seperti yang terlihat dalam gambar). Karena teori ini tidak memiliki landasan ilmiah dan tidak lebih dari sekadar khayalan, timbullah sebuah kontradiksi logis yang nyata: contoh yang disebutkan evolusionis saat menjelaskan asal mula kemampuan terbang, yaitu lalat, telah memiliki kemampuan terbang yang sempurna. Sementara manusia tidak mampu mengedipkan mata 10 kali per detik, seekor lalat biasa mengepakkan sayapnya 500 kali per detik. Di samping itu, lalat meng-gerakkan kedua sayapnya secara serempak. Sedikit saja ada ketidaksesuaian pada getaran sayap, lalat akan kehilangan keseimbangan; tetapi ini tidak pernah terjadi. 
Evolusionis seharusnya lebih dulu menjelaskan bagaimana lalat mendapatkan kemampuan terbang yang sempurna. Tetapi mereka justru mengarang skenario tentang bagaimana makhluk yang jauh lebih canggung seperti reptil bisa terbang. 
Bahkan penciptaan sempurna pada lalat rumah menggugurkan pernyataan evolusi. Seorang ahli biologi Inggris, Robin Wootton, menulis dalam artikel berjudul “The Mechanical Design of Fly Wings (Desain Mekanis pada Sayap Lalat)”: 
“Semakin baik kita memahami fungsi sayap serangga, semakin tampak betapa rumit dan indahnya desain sayap mereka. Strukturnya sejak semula didesain agar seminimal mungkin mengalami perubahan bentuk; mekanismenya didesain untuk menggerakkan bagian-bagian komponen sayap secara terkirakan. Sayap serangga menggabungkan ke-dua hal ini; dengan menggunakan komponen-komponen berelastisitas berbeda, yang terakit sempurna agar terjadi perubahan bentuk yang tepat untuk gaya-gaya yang sesuai, sehingga udara dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin. Masih sedikit, kalaupun ada, teknologi yang sebanding dengan mereka.” 1 Sebaliknya, tidak ada satu fosil pun yang dapat membuktikan evolusi imajiner lalat. Inilah yang dimaksud seorang ahli zoologi terkemuka Prancis, Pierre Grassé ketika mengatakan “Kita tidak memiliki petunjuk apa pun tentang asal usul serangga.”2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar